Satgas Money Politic Dikerahkan, Pemberi dan Penerima Bisa Dipidana Senin, 25 Juni 2018 | 12:01
PEKANBARU, situsriau.com - Satuan Tugas (Satgas) Money Politic dikerahkan untuk mencegah terjadinya politik uang menjelang pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Riau yang akan digelar pada Rabu (27/6/18) lusa. Satgas itu akan berpatroli ke tempat-tempat yang berpotensi menjadi ajang praktik politik uang.
Satgas Money Politic yang terdiri dari pihak Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Kepolisian Daerah (Polda), Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau hingga pengadilan itu dilepas setelah apel di halaman Markas Polda Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru, Minggu (24/6) sore.
"Ini launching operasionalisasi dari Bawaslu dalam rangka penegakan hukum terpadu (Gakkumdu), terutama menyangkut pencegahan dan pengawasan terhadap money politic," ujar Kepala Polda Riau, Inspektur Jenderal Nandang usai pelepasan Satgas Money Politic.
Ia menyebutkan, patroli dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya politik uang. "Ini sebagai upaya pencegahan, dan tugas lainnya nanti berupa pemeriksaan, termasuk kendaraan yang dicurigai membawa barang atau sesuatu yang digunakan untuk memengaruhi masyarakat memilih pasangan calon kepala daerah," katanya.
Satgas Money Politic akan bekerja hingga hari pemungutan suara pada Rabu nanti. "Ini berlaku untuk Riau, termasuk ke daerah-daerah, bahkan kalau perlu ke tingkat RT. Mereka akan bekerja sampai pagi hari pencoblosan," ucapnya.
Nandang pun mewanti-wanti pihak pasangan calon kepala daerah dan masyarakat. Ia menegaskan, pemberi dan penerima dalam politik uang bisa dikenai sanksi pidana.
"Tentu ada sanksi bagi pemberi dan penerima. Ancaman maksimal tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta. Kita imbau masyarakat, jangan sampai menerima karena akan kena juga," tegas Nandang.
"Jangan karena uang yang enggak seberapa, walau Rp100 ribu akhirnya kena sanksi. Kita imbau masyarakat jangan sampai menerima. Laporkan secara diam-diam jika memang ada ditemukan, beritahu identitasnya sehingga kita bisa menelusuri," imbuhnya.
Nandang menyebutkan, pihaknya siap menerima laporan masyarakat jika memang ditemukan ada praktik politik uang. "Bisa via telepon, bertemu langsung atau lewat pesan, ini bentuk partisipasi masyarakat," katanya.
Di tempat terpisah, anggota Bawaslu RI, Rahmat Bagja juga mengatakan bahwa pihaknya mengantisipasi politik uang dengan mengawasi nonstop mulai dari hari tenang kemarin. "Kita sudah melakukan jadwal patroli yang dilakukan Panwascam (Panitia Pengawas Kecamatan) dan Petugas Pengawas Lapangan (PPL)," katanya.
Patroli digelar terus menerus menerapkan sistem berganti. Panwascam berjumlah tiga orang per kecamatan. "24 jam, dirolling. Namun kami juga perlu bantuan dari masyarakat," kata Rahmat.
Ia meminta masyarakat juga terlibat dalam pengawasan mencegah adanya politik uang. Bila masyarakat menemui adanya politik uang, maka masyarakat diharapkan melapor ke Panwascam atau Panwas Kabupaten/Kota. "Kalau ada 'serangan fajar' (politik uang), foto lah, laporkan," ujarnya.
Bawaslu berjanji akan ikut menindak praktik politik uang di Pilkada 2018. Politik uang adalah bentuk tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pilkada. "Kita akan tindak ke ranah Pidana Pemilu," kata Rahmat.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga turut berkomentar tentang politik uang. Bagi KPK, politik uang haram dilakukan, bukan hanya saat Pemilu tetapi sampai kapanpun.
"KPK mengimbau agar pilihan masyarakat tidak terpengaruh dengan pemberian uang dari kandidat tertentu," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Imbauan KPK itu sebenarnya sudah disampaikan sejak jauh hari dan tak bosan-bosannya diulang. Sebab, KPK telah ratusan kali menangani kasus korupsi kepala daerah yang sedari awal ternyata memang kerap bermain politik uang.
"Karena jika sejak awal politik uang sudah dilakukan, indikasi ke depan pelanggaran-pelanggaran yang lebih besar sangat mungkin terjadi, seperti korupsi saat menjabat," ucap Febri.
"KPK telah memproses seratusan kasus korupsi kepala daerah. Jika pada Pilkada nanti kita dapat memilih calon kepala daerah yang berintegritas, ini dapat mengurangi risiko korupsi ke depan. Biaya politik yang tinggi adalah salah satu faktor yang mendorong korupsi saat menjabat," imbuhnya.
KPK pun menitip pesan pada partai-partai politik agar konsisten dalam menolak politik uang. Menurut KPK, partai-partai politiklah yang memiliki pengaruh besar dalam menerapkan politik yang bersih.
"Pada partai dan tim sukses pendukung calon kepala daerah, kami harap dapat menerapkan politik yang bersih. Kita semua punya pekerjaan besar untuk Indonesia yang lebih baik. Karena itu, kami harap semua pihak menjaga dan tidak mengajarkan rakyat untuk memilih karena iming-iming uang," tukasnya. (sr5, in)